Dana Desa Diselewengkan, Bendahara Balohan Dipenjara

PUTUSAN majelis hakim terhadap kasus korupsi dana desa yang melibatkan bendahara Gampong Balohan, Kota Sabang, menjadi pengingat kuat bahwa reformasi tata kelola keuangan desa masih sangat mendesak. Terdakwa Ahsani Taqwin, yang menjabat sebagai Kepala Urusan Keuangan, dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Banda Aceh pada Jumat (28/06/2025).

Dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Faisal Mahdi, majelis menyatakan bahwa Ahsani terbukti bersalah melakukan penyalahgunaan dana desa tahun anggaran 2024. Dari total pencairan Rp350 juta, hanya Rp118,3 juta yang digunakan sesuai peruntukan. Sisanya disimpan di brankas kantor desa dan sebagian diambil secara pribadi oleh terdakwa.

Lebih memprihatinkan lagi, Ahsani kemudian diduga mencoba menghilangkan jejak dengan mengajak seseorang untuk membakar kantor desa. Namun, terdakwa kedua dalam perkara ini, Eddy Saputra, dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan dari semua dakwaan karena tidak terbukti mengetahui rencana pembakaran tersebut.

Majelis hakim menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepada Ahsani serta denda Rp100 juta subsidair satu bulan kurungan. Tuntutan jaksa sebelumnya adalah tiga tahun penjara dan uang pengganti, namun majelis memutus lebih ringan karena uang sebesar Rp193,2 juta telah disita saat penyidikan.

Kasus ini menjadi refleksi serius bagi pengelolaan dana desa yang setiap tahunnya digelontorkan dalam jumlah besar oleh pemerintah pusat. Gampong Balohan, misalnya, menerima alokasi sebesar Rp4,8 miliar pada 2024. Jumlah ini tentu sangat strategis untuk pembangunan, namun pengawasan yang lemah membuka celah bagi penyimpangan.

Pakar hukum dan kebijakan publik, Rahmat Hidayat, menilai bahwa persoalan utama bukan hanya pada pelaku individu, tetapi juga lemahnya sistem kontrol internal desa. “Sering kali bendahara merangkap jabatan dan tidak diawasi ketat oleh perangkat desa lainnya. Selain itu, kapasitas pengelolaan keuangan di desa belum merata,” katanya.

Ia menyarankan adanya sistem digitalisasi pelaporan dan transparansi publik secara berkala, agar seluruh aliran dana dapat dipantau oleh masyarakat desa itu sendiri. “Perlu dilibatkan warga dalam pengawasan, bukan hanya inspektorat atau kejaksaan,” ujarnya.

Putusan ini juga memberi pelajaran penting tentang prinsip praduga tak bersalah. Terdakwa Eddy Saputra, yang sempat diseret dalam dakwaan, akhirnya dibebaskan karena terbukti tidak terlibat. Hal ini menunjukkan pentingnya proses hukum yang adil dan berimbang, tanpa mengabaikan asas kehati-hatian dalam menetapkan tersangka.

Pengawasan terhadap dana desa kini menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat. Kasus Gampong Balohan bisa menjadi contoh konkret bagaimana penyalahgunaan wewenang terjadi dalam skala lokal, namun berdampak besar terhadap kepercayaan publik.

Redaksi01-Alfian

About redaksi01

Check Also

Koperasi Desa, Harapan Baru Ekonomi Papua

INISIATIF pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih di Provinsi Papua Barat mendapat sorotan positif sebagai …

Hargobinangun Tumbuh Bersama Desa BRILiaN

DI TENGAH arus digitalisasi dan pertumbuhan ekonomi perkotaan, keberhasilan Desa Hargobinangun dalam mengembangkan potensi lokal …

KMP Manokwari Jadi Titik Awal Transformasi Ekonomi Papua

PERESMIAN Koperasi Desa Merah Putih (KMP) di Kampung Aimasi, Distrik Prafi, Kabupaten Manokwari, Papua Barat …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *