KEPUTUSAN 241 desa di Kabupaten Tapanuli Utara untuk menganggarkan pembelian alat komunikasi handy talkie (HT) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) 2025 menarik perhatian publik. Di tengah dominasi teknologi komunikasi digital seperti ponsel pintar dan internet, pilihan tersebut menimbulkan pertanyaan terkait urgensi dan relevansi alat komunikasi konvensional tersebut.
Langkah ini terungkap setelah seluruh desa di kabupaten tersebut menyelesaikan unggahan APBDes 2025 ke Sistem Keuangan Desa (Siskeudes). Proses unggah data ini menjadi syarat utama menjelang pencairan dana desa dari pemerintah pusat.
Meski belum diketahui secara pasti alasan kolektif di balik keputusan tersebut, sejumlah pihak menilai pengadaan HT patut dikaji ulang. Di era yang menawarkan berbagai platform komunikasi digital, pengadaan HT di skala besar dinilai tidak sejalan dengan kebutuhan komunikasi modern yang kini lebih terintegrasi secara daring.
Namun demikian, beberapa kepala desa menyebut HT masih relevan digunakan dalam kondisi darurat atau wilayah yang sulit dijangkau sinyal seluler. Penggunaan HT dinilai lebih praktis dalam koordinasi cepat antarwilayah, khususnya saat terjadi bencana atau kegiatan lapangan yang memerlukan koneksi langsung tanpa bergantung pada jaringan internet.
Meski HT bukan barang baru dalam dunia komunikasi, pemasukannya dalam pos belanja desa tetap menimbulkan pertanyaan terkait efektivitas alokasi dana desa, terlebih di tengah meningkatnya tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan publik. Hal ini juga memunculkan diskusi soal prioritas kebutuhan masyarakat desa dan bagaimana pemanfaatan dana desa dapat memberi dampak maksimal bagi pembangunan lokal.
Hingga berita ini disusun, pencairan dana desa masih menunggu proses administratif selanjutnya, sementara perhatian publik tertuju pada bagaimana pengadaan HT tersebut akan dilaksanakan dan dimanfaatkan di lapangan.
Redaksi01 – Alfian