CILACAP – Bencana alam masih menjadi tantangan serius bagi ketahanan pangan di Indonesia. Sepanjang 2023, tercatat sekitar 50.469 hektare lahan pertanian di 20 provinsi mengalami gagal panen akibat banjir. Salah satu wilayah terdampak adalah Desa Mernek, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, di mana sekitar 293,4 hektare lahan sawah yang selama ini menjadi salah satu lumbung padi di wilayah tersebut turut terendam banjir.
Dalam upaya mengatasi tantangan tersebut, Pemerintah Desa Mernek menggandeng PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Maos untuk menerapkan teknologi pertanian ramah lingkungan berbasis energi baru terbarukan (EBT). Kepala Desa Mernek, Bustanul Arifin, mengatakan bahwa pihaknya bersama para mitra mulai menerapkan konsep pertanian organik berbasis inovasi teknologi tepat guna untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
“Bersama mitra, kami mulai memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan produksi pangan dengan konsep pertanian organik berbasis pemanfaatan inovasi teknologi tepat guna dan energi baru terbarukan atau EBT,” ujar Bustanul Arifin.
Salah satu inovasi yang diterapkan adalah alat pengering gabah Rotary Dryer (dikenal sebagai Pinky Rudal), yang memanfaatkan energi gas Bright Gas dan listrik dari panel surya. Alat ini menjadi solusi pada musim penghujan yang tidak menentu karena memungkinkan pengeringan padi tanpa tergantung pada sinar matahari.
“Saat ini lebih dari 2.154 petani desa melalui Bumdes dan kelompok tani, telah terlibat aktif mengelola dan mengoperasikan alat pengering padi Rotary Dryer. Petani menerapkan iuran untuk bahan bakar Bright Gas dan biaya perawatan,” jelas Bustanul.
Desa Mernek saat ini menjadi bagian dari program unggulan Pertamina, yaitu Desa Energi Berdikari (DEB). Menurut VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso, terdapat 172 desa di Indonesia yang telah tergabung dalam program ini, dengan 31 desa di antaranya berfokus pada ketahanan pangan.
“Desa Mernek menjadi salah satu DEB yang telah sukses menjalankan energi transisi dan memberi manfaat bagi kelestarian lingkungan hingga memajukan perekonomian desa,” kata Fadjar.
Program DEB bertujuan memberdayakan masyarakat desa melalui pemanfaatan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan biogas. Program ini tidak hanya memperkuat ketahanan pangan, tetapi juga turut mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), khususnya TPB 2 (Tanpa Kelaparan), TPB 7 (Energi Bersih dan Terjangkau), serta TPB 13 (Penanganan Perubahan Iklim).
Berkat teknologi ini, warga Desa Mernek kini mampu menyuplai hingga 120 ton hasil pertanian ke distributor pangan. Kualitas gabah meningkat, harga jual pun naik sekitar Rp200.000 hingga Rp300.000 per ton.
Selain pertanian, Desa Mernek juga mengembangkan kawasan pertaniannya sebagai destinasi wisata edukasi bertajuk Kawasan Wisata (Kawista) Mernek Jenek. Dengan konsep one-stop farming, pengunjung dapat belajar bercocok tanam padi organik, hidroponik melon, beternak kambing, hingga mengenal penerapan teknologi pertanian ramah lingkungan.
Melalui pendekatan kolaboratif antara teknologi, lingkungan, dan masyarakat, Desa Mernek menunjukkan bahwa pertanian berkelanjutan dapat diwujudkan secara nyata, bahkan di tengah ancaman krisis iklim dan bencana alam.[]
Redaksi10