Gaya Hidup Mewah Geuchik Rawa Disorot, Warga Pertanyakan Dana Desa

ACEH UTARA — Gaya hidup mencolok yang ditunjukkan Geuchik Gampong Rawa, Kecamatan Tanah Luas, Kabupaten Aceh Utara, mengundang perhatian publik, di tengah kekhawatiran masyarakat mengenai dugaan penyimpangan pengelolaan Dana Desa.

Sorotan semakin tajam setelah sebuah video diunggah oleh pemilik konter telepon genggam di kawasan Kota Panton Labu, yang memperlihatkan Geuchik Sanusi tengah melakukan unboxing perangkat Samsung Galaxy Z Fold 6 varian 12/512 GB. Dalam tayangan tersebut, ponsel premium itu tampak diletakkan di atas dua gawai lain yang berada di sisi kirinya.

Perangkat pintar berteknologi tinggi tersebut diperkirakan memiliki nilai jual antara Rp24 juta hingga Rp28 juta, setara dengan harga satu unit sepeda motor baru.

Selain ponsel mewah, masyarakat juga mencatat pembelian sepeda motor Honda PCX terbaru berwarna hitam oleh Geuchik Sanusi. Sepeda motor ini dikenal sebagai simbol kemapanan dan biasanya dimiliki oleh kalangan menengah atas.

Gaya hidup glamor ini mencapai puncaknya pada prosesi lamaran Geuchik Sanusi yang berlangsung pada 1 Mei 2025 di Kecamatan Syamtalira Bayu. Acara tersebut digelar secara meriah, dengan mahar berupa uang tunai senilai Rp50 juta dan emas murni seberat 3 mayam.

Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan warga, mengingat Geuchik Sanusi disebut tidak memiliki usaha pribadi maupun sumber pendapatan lain di luar gaji bulanan sebesar Rp2,4 juta dari jabatannya. “Setahu kami, beliau hanya mengandalkan gaji Rp2,4 juta per bulan sebagai geuchik. Tapi bisa hidup semewah itu,” ucap salah satu warga.

Warga juga menyampaikan bahwa rumah pribadi sang geuchik kini tampak jauh lebih megah dibandingkan kondisi sebelumnya. “Dulu rumahnya sederhana, tapi sekarang sudah seperti rumah pejabat tinggi,” ujar seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Tidak hanya bangunan rumah, lahan sawah milik Sanusi juga dilaporkan semakin bertambah. Beberapa bidang tanah yang sebelumnya dimiliki oleh warga, kini telah berpindah kepemilikan kepadanya. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa gaya hidup sang kepala desa tidak sebanding dengan penghasilan resmi yang diperoleh.

Sementara itu, suara-suara keresahan masyarakat makin nyaring terdengar, mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa Gampong Rawa. Beberapa tokoh masyarakat menyampaikan dugaan penyimpangan anggaran yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik.

Pada Jumat (2/5/2025), sejumlah warga menyoroti anggaran kegiatan Majelis Taklim tahun 2024 senilai Rp20.800.000. Berdasarkan informasi yang beredar, hanya Rp9 juta yang dibayarkan sebagai honor guru ngaji selama satu tahun. Sisanya, lebih dari Rp11 juta, tidak diketahui penggunaannya.

“Kalau benar, ini melanggar prinsip akuntabilitas sesuai Permendesa Nomor 8 Tahun 2022,” tegas salah satu warga.

Selain itu, alokasi Rp55 juta untuk pembelian aset perkantoran disebut tidak termanfaatkan, dan dana sebesar Rp35 juta yang awalnya ditujukan untuk normalisasi saluran air, malah dialihkan untuk pemotongan hewan meugang tanpa melalui musyawarah desa. “Hal tersebut sebagai strategi untuk mendiamkan warga, atau ibarat memberikan permen kepada anak yang sedang merengek,” kata seorang warga anonim.

Proyek pembangunan fisik seperti paving block halaman meunasah senilai Rp40 juta, dua proyek talud dengan total Rp120.430.000, jalan rabat beton Rp59.687.000, dan saluran irigasi Rp30.313.000 juga menuai kritik. Warga menduga adanya ketidaksesuaian antara volume pekerjaan dan anggaran yang digunakan. Ironisnya, pengerjaan proyek-proyek itu tidak melibatkan tenaga kerja lokal maupun Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) desa, melainkan pihak luar.

Sebagai bentuk keberatan, warga berencana mengajukan laporan resmi ke sejumlah instansi pengawas dan pemerintah, guna meminta audit menyeluruh terhadap penggunaan Dana Desa dari tahun anggaran 2022 hingga 2024.

Namun hingga berita ini diturunkan, Geuchik Sanusi belum memberikan jawaban atas delapan pertanyaan yang dikirimkan oleh BERITAMERDEKA melalui aplikasi WhatsApp. Ia hanya mengirim tautan klarifikasi dari media lain dan menjawab singkat, “Insya Allah semua kegiatan selesai, dan saya bisa mempertanggungjawabkan.”

Warga menegaskan bahwa sikap mereka bukanlah bentuk perlawanan terhadap pemerintah desa, melainkan wujud kepedulian terhadap transparansi dan integritas sesuai amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

“Kalau pemimpin desa bisa beli HP lipat seharga motor, beli motor baru, dan menikah dengan mahar puluhan juta, sementara kami tak tahu ke mana uang desa mengalir, itu bukan lagi soal iri hati, tapi soal keadilan, dan transparansi anggaran desa,” ujar seorang warga dengan nada getir.

Kini, bola panas berada di tangan aparat pengawas dan penegak hukum. Gampong Rawa pun menanti: apakah keadilan akan ditegakkan, atau kembali menjadi satu dari sekian banyak kisah kelam tentang penyimpangan di tingkat desa?[]

Redaksi10

About admin03

Check Also

Servis Keliling Honda Sambangi Desa Rajawali

LAMPUNG SELATAN – Upaya memperluas jangkauan layanan terus dilakukan Astra Motor Natar, salah satunya dengan …

Desa Jetis Masuk Tiga Besar Lomba Desa Tingkat Jateng 2025

CILACAP – Desa Jetis, Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap, masuk dalam tiga besar nominator Lomba Desa …

Disperpusip Situbondo Gelar Lomba Perpustakaan Desa/Kelurahan

SITUBONDO – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Disperpusip) Kabupaten Situbondo menggelar Lomba Perpustakaan Desa/Kelurahan Tingkat Kabupaten …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *