Soni Primawanto: Tak Terhalang Kebutaan, Terus Berdakwah dan Menginspirasi

KEDIRI – Keterbatasan penglihatan sejak usia tiga tahun tidak menghalangi Soni Primawanto untuk terus berkarya dan berdakwah. Pria berusia 35 tahun asal Desa Cerme, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri, ini aktif berbagi ilmu agama, baik secara langsung maupun melalui media sosial.

Sejak kecil, Soni mengalami kebutaan akibat sakit panas yang berdampak pada indra penglihatannya. Kondisi ini sempat menyulitkannya dalam mengenyam pendidikan di sekolah khusus. Namun, ia tidak menyerah dan memilih belajar mengaji di pesantren. Dengan keterbatasannya, Soni menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an hanya mengandalkan pendengaran. Tanpa belajar huruf braille, ia justru mengasah daya ingatnya dengan metode hafalan.

Ketekunannya membawa Soni menjadi seorang penghafal Al-Qur’an. Ia kemudian mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada anak-anak di desanya. Selain aktif dalam kegiatan sosial keagamaan, pada akhir 2002, perangkat desa mengirimnya ke Malang untuk memperdalam ilmu dan mengenal huruf braille. Di sana, ia belajar dengan penuh semangat, menyadari bahwa kesempatan menimba ilmu adalah anugerah berharga.

Tak hanya mendalami agama, Soni juga memperoleh keterampilan memijat. Ia menekuni profesi ini hingga pernah dikirim ke Jakarta sebagai salah satu peserta terbaik dari Malang. Pengalaman kerjanya mencakup berbagai kota seperti Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya, sebelum akhirnya kembali ke Malang untuk membuka praktik pijat refleksi.

Saat di Malang, ia tetap menjalin komunikasi dengan para guru dan rekan di pesantren di Kediri. Kabar wafatnya seorang guru mengubah perjalanan hidupnya. Ia memutuskan kembali ke Kediri untuk mengemban amanah mengurus pesantren salaf yang dahulu memiliki ratusan santri. Bersama istri dan anaknya, Soni menetap di pesantren tua itu, membangun kehidupan baru sambil menghidupkan kembali suasana belajar mengaji.

Tetap Berdakwah di Bulan Ramadhan

Di bulan Ramadhan, Soni tetap aktif berdakwah dan bekerja sebagai tukang pijat refleksi. Setiap hari, ia membuka praktik dari pukul 07.00 hingga 16.00 WIB. Menjelang Magrib, ia beristirahat dan mengajar mengaji anak-anak hingga waktu berbuka puasa. Setelah salat Tarawih, ia kembali menerima pasien pijat.

Selain mengajar secara langsung, Soni juga memanfaatkan teknologi untuk berdakwah. Setiap malam Jumat dan Selasa pukul 20.30 WIB, ia mengadakan pengajian daring dengan peserta yang bervariasi antara 20 hingga 100 orang. Materi yang disampaikan menyesuaikan dengan momen keagamaan, seperti Maulid Nabi, Hari Santri, hingga kajian fiqih.

Di mushala pesantren, Soni mengajarkan materi terkait Ramadhan, seperti hal-hal yang dapat membatalkan puasa dan cara meningkatkan semangat ibadah. Ia menekankan pentingnya pemanfaatan media sosial sebagai sarana edukasi agama, terutama bagi generasi muda yang lebih akrab dengan dunia digital.

Mengajarkan Hafalan Al-Qur’an kepada Anak

Di tengah kesibukannya, Soni tetap meluangkan waktu untuk membimbing anaknya, Muhammad Alif Ramadan, dalam menghafal Al-Qur’an. Sejak usia empat tahun, Alif sudah diperkenalkan dengan hafalan ayat-ayat suci. Saat duduk di kelas dua Madrasah Ibtidaiyah (MI), ia bahkan berhasil meraih juara dalam lomba hafalan. Hingga kini, setiap ada perlombaan atau kegiatan keagamaan, Alif selalu berpartisipasi.

Soni bersyukur memiliki keluarga yang mendukung sepenuhnya langkahnya dalam berdakwah. Sang istri, Yeni Rachmawati, selalu setia menemani dan mengantarnya ke berbagai acara keagamaan.

Baginya, berdakwah melalui media daring adalah solusi untuk menjangkau lebih banyak orang, terutama generasi muda yang cenderung lebih aktif di media sosial. Ia berharap dengan pendekatan ini, anak muda dapat lebih tertarik mendalami agama dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

“Generasi muda cenderung lebih tertarik pada hal-hal umum dan nasional. Untuk keagamaan, masih kurang. Oleh karena itu, kami berupaya mengajak mereka agar lebih mencintai agama, meski sedikit demi sedikit,” ungkapnya.

Dengan semangat dan ketekunannya, Soni Primawanto membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk terus berkontribusi bagi masyarakat dan agama. Ia menjadi inspirasi bagi banyak orang bahwa keteguhan hati dan keyakinan dapat mengatasi segala rintangan.[]

Redaksi10

About admin03

Check Also

BUMDes Laksana Jaya Terima Dana Khusus Rp100 Juta, Gubernur Khofifah Apresiasi Inovasi Desa

GRESIK – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menyerahkan bantuan dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) …

Kantor Desa Dipindah Sepihak, BPD Pajeruan Protes Keras

SAMPANG — Rencana pergantian Pelaksana Harian (Plh.) Penjabat Kepala Desa Pajeruan, Kecamatan Kedungdung, Kabupaten Sampang, …

Ratenggaro Berbenah: Tarif Wisata Resmi dan Pendampingan Warga Jadi Langkah Awal

SUMBA BARAT DAYA — Kasus pungutan liar yang dialami Youtuber Jajago Keliling Indonesia saat berkunjung …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *