BERAU – Pegat Batumbuk merupakan desa tertua di Kecamatan Pulau Derawan, Berau, Kalimantan Timur. Konon, Pegat Batumbuk sudah ada pada tahun 1947 dan resmi diakui secara hukum pada tahun 1962.
Memiliki luas kurang lebih 31 ribu km² serta terdiri dari 13 pulau besar, sebagian besar daratan di Desa Pegat Batumbuk adalah hutan mangrove yang terbagi menjadi beberapa kawasan seperti hutan produksi, hutan desa dan area penggunaan lainnya.
Desa Pegat Batumbuk mempunyai produk unggulan terasi. Kepala Desa Pegat Batumbuk, Alimuddin mengatakan, produksi olahan terasi berawal dari inisiatif kerja salah satu RT yang bekerjasama dengan pihak Baznas (Badan Amil Zakat Nasional).
“Alhamdulillah potensinya besar sekali, setiap bulan kita mampu memproduksi hingga berton-ton,” ucap Alimuddin, Kamis (7/2/2025),
Namun, Alimuddin menilai, masih terbatasnya sumber daya manusia dan kemampuan pemasaran, membuat nilai penjualan terasi di Desa Pegat Batumbuk masih belum optimal. Meski produksinya mencapai berton-ton setiap bulan, lanjut Alimuddin, para nelayan pembuat terasi masih banyak yang menjual ke pengepul dari Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan harga Rp 10 ribu/kilogram tanpa label atau merk, dengan kata lain masih mentahan.
“Warga kami hanya menjual bahan baku saja, setelah sampai di daerah pengepul di lombok. Mereka akan kemas dengan label yang mereka punya,” tuturnya.
Alimuddin menambahkan, pihaknya telah melakukan diskusi terkait pendirian Badan Usaha Milik Kampung atau BUMK. Tujuannya agar hasil produksi dan pendapatan juga dapat dimaksimalkan untuk Desa.
Selain itu, melalui BUMK, nantinya masyarakat dapat mengolah sendiri hasil produksinya sehingga menjadi barang jadi dan siap edar. Tidak lagi menjual hasil produksi langsung keluar daerah.
Alimuddin menganggap, upaya tersebut tetap memerlukan peran serta dari pemerintah daerah untuk dapat membantu dalam pengembangan pemasaran produk, sehingga menambah nilai jual.
“Kami berharapnya dapat mengelola sendiri dan memasarkan, kami tetap butuh dukungan dan pendampingan pemerintah daerah agar harga jualnya juga lebih tinggi,” tandasnya.
Kabupaten Berau dengan Produk Terasi Khasnya
Sudah jadi rahasia umum, bahwa sejumlah desa di wilayah Kabupaten Berau sangat tersohor dalam urusan kualitas pembuatan terasi tradisionalnya. Selain rasanya yang dikenal autentik dan khas daripada terasi pada umumnya, bahan yang digunakan juga murni dari hasil melaut para nelayan lokal.
Salah satu desa yang memiliki potensi terasi tradisionalnya adalah Pegat Batumbuk. Sejak belasan tahun lalu, masyarakat Desa Pegat Batumbuk sudah sangat terkenal akan produksi terasinya. Sayangnya, produksi terasi rumahan itu tak mampu menembus pasar luas sebab masih belum optimal dalam sisi pengemasannya.
Melihat fenomena tersebut, pemerintah desa Pegat Batumbuk membuat inovasi dengan memanfaatkan Dana Desa untuk mengupgrade produk terasi di desanya. Salah satu caranya adalah dengan membangun BUMK dengan tujuan pengembangan hasil produksi terasi dapat dimaksimalkan untuk desa.
“Tidak mungkin para pembeli terasi itu mau menunggu berbulan-bulan jika dalam penjualannya tidak untung, dan ini sudah semestinya menjadi pemikiran dari pemerintah desa. Jika karena persoalan garam, lewat BUMK bisa menyediakan garam kemudian dijual ke warga nanti hasil produksi warga di jual ke BUMK , lalu BUMK yang mengelola dan memasarkan hasilnya untuk desa lagi” terang Alimuddin.
Alimuddin juga mendorong setiap masyarakat di desanya harus belajar mandiri dan kreatif mencari penghasilan di wilayahnya alih-alih menggantungkan nasib melalui dana desa yang ada. Hal ini penting dilakukan sebagai bentuk pengembangan potensi agar peningkatan ekonomi masyarakat Pegat Batumbuk berjalan baik.
“Jangan selamanya bergantung dengan Dana Desa, sudah waktunya setiap desa mandiri. Dana Desa yang ada dijadikan modal untuk pembangunan desa semakin mandiri. Jika semua sudah mandiri, saya yakin semuanya akan sejahtera,” tandasnya.
Tradisi Turun Temurun Membuat Terasi Tradisional Rumahan
Tradisi mengolah terasi tradisional sudah dilakukan secara turun-temurun di Desa Pegat Batumbuk. Termasuk oleh keluarga Andi. Kini, ia membuat terasi naik kelas. Produk terasinya dipasarkan dengan kemasan menarik dan branding yang apik.
“Kenapa coba kembangkan terasi di antara bisnis lainnya? Karena terasi dari Berau ini terkenal, jadi oleh-oleh. Nah, untuk dibawa pulang itu agak ribet karena harus dibungkus berlapis, belum lagi dikasih kopi bubuk supaya aromanya nggak keluar. Melihat peluangnya dari situ,” tutur Andi, salah satu wirausahawan terasi di Desa Pegat Batumbuk kepada Kolomdesa, Jumat (07/01/2025) .
Usaha dengan nama Terasa, alias Terasi Udang Nusantara itu memulai perjalanannya sejak 2021. Andi mengatakan, mayoritas masyarakat di desa kelahirannya merupakan nelayan udang. Sehingga, terasi adalah produk olahan pasti.
“Kalau air besar, mereka menangkap udang-udang gede. Nah, kalau air kecil itu udang rebon. Dalam sebulan, produksi bisa dua kali. Potensinya sangat besar, tapi market ini yang masih terbatas. Coba pasar ekspor, ikut pelatihan juga, tapi sampai sekarang belum dapat buyyer,” lanjutnya.
Andi menyebut, jika hasil terasi di Pegat Batumbuk masih didominasi oleh pengepul. Mereka yang kemudian menjual dengan kapasitas besar ke berbagai daerah, utamanya NTB. Kapasitas produksi satu desa bisa mencapai 10 ton dalam satu minggu.
“Tapi ke pengepul semua. Karena nelayan di sana sudah terikat sama pengepul, kalau ada hasil jual ke mereka. Soalnya sudah ada perjanjian, di awal juga dimodali sama pengepul kayak kapal misalnya. Jadi brand kami ini hanya bisa berdayakan sekitar lima mitra atau nelayan. Padahal, banyak yang sebenarnya mau jual ke kita,” paparnya.
Di saat anak muda lain berlomba-lomba bisnis usaha kekinian, Andi teguh dengan usaha terasinya. Perlahan membangun branding, pasarnya adalah ibu-ibu muda. Pertama kali memasarkan, pendekatannya langsung lewat media sosial.
Andi juga memberikan sampel produk untuk direview salah satu kawannya yang menjadi influencer di sosial media. “Puncaknya itu saat ada orang dari Tiongkok datang, satu mobil datang ke outlet untuk membeli Terasa. Alhamdulillah bisa membangun branding,” kata dia.
Kini pemasarannya besar di online, utamanya lewat marketplace. Selain itu, berbagai galeri oleh-oleh atau toko-toko juga memajang produknya. “Ada beberapa reseller yang bantu jual. Balikpapan, Samarinda, Tarakan, Sangatta. Jadi reseller yang atur, toko mana saja, bahkan di bandara juga ada,” sambung Andi.
Permintaan pun perlahan naik, produk semakin digemari. Dia ingin menjangkau pasar lebih jauh lagi lewat kemasan sachet. Di awal, dia memang branding bahwa produknya adalah oleh-oleh naik kelas. Namun sekarang, bergeser untuk konsumen rumah tangga.
“Makanya arahnya sekarang ke ibu-ibu muda yang pengen praktis. Alhamdulillah ada peningkatan penjualan 10 persen setiap tahunnya, karena kekuatan reseller di setiap kota juga. Semoga bisa buat terasi sachet supaya bisa menjangkau pasar lebih luas,” tutupnya.[]
Redaksi10