Tiga Desa di Bondowoso Kembangkan Republik Kopi

BONDOWOSO – Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur terkenal dengan branding “Republik Kopi”. Kopi memang menjadi komoditas unggulan Kabupaten Bondowoso terutama Kopi Jawa Ijeng-Raung, selain makanan khas lainnya yakni tape Bondowoso.

Kecamatan Sumberwringin menjadi salah satu wilayah yang memiliki luas kebun kopi yang cukup besar. Di sana, terdapat tiga desa yang memiliki perkebunan kopi antaranya Desa Sukorejo, Desa Rejo Agung, dan Desa Sumberwringin. Luas lahan perkebunan kopi di Kecamatan Sumberwringin adalah 5.000 hektar untuk jenis kopi arabika dan 2.500 hektar untuk kopi robusta.Ketiga desa tersebut menjadi tempat persinggahan pendaki atau pelancong yang sekadar ingin menikmati pemandangan puncak Gunung Ijen dari lereng. Hal ini ditandai dengan banyaknya spot warung kopi di sekitaran desa tersebut.

Ketiga desa tersebut menjadi tempat persinggahan pendaki atau pelancong yang sekadar ingin menikmati pemandangan puncak Gunung Ijen dari lereng. Hal ini ditandai dengan banyaknya spot warung kopi di sekitaran desa tersebut.

Di Desa Sumberwringin, terdapat dua otoritas perkebunan kopi. Perkebunan kopi yang dikelola oleh PTPN atau Perhutani dan lahan perkebunan kopi milik rakyat. Tentunya, keduanya berjalan dalam garisnya masing-masing.

Semenjak dahulu, mode pertanian yang dilakukan oleh petani kopi Bondowoso masih tradisional dan pendistribusian kopi ke pasar dilakukan secara individual. Hal ini disampaikan oleh ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Jember Ali Badrudin, bahwa masih belum ada kelembagaan kuat yang mendorong eksistensi kopi di Bondowoso.

“Kami menganggap ada sesuatu yang tidak jalan. Jadi hulu di Bondowoso sudah sangat bagus tetapi saat pasca panen hilirisasi kopi di Bondowoso cukup sulit,” ungkap Ali pada Kolomdesa.com, Senin (21/10/2024).

Terdapat 6 desa di Kecamatan Sumberwringin dan 2 desa di Kecamatan Ijen yang menjadi sasaran pengembangan program eduwisata agropolitan berbasis produk unggulan desa atau Polkades tersebut.

“Jadi apa yang kami lakukan adalah bagaimana mendesain hasil potensi desa di 6 desa tersebut, yang memang ada kopinya. Lalu desa lain seperti Tirto Agung dan Sikosari Kidul berupa wisata pemandian,” kata Ali.

Pihaknya berharap isu eduwisata agropolitan ini memberikan sesuatu yang luar biasa bagi desa yang ada di Kecamatan Sumberwringin berdasarkan potensi desa masing-masing.

“Ini bukan hanya menguatkan dari segi eksistensi petaninya dalam hal produktivitas, tapi juga dalam rangka menyatukan mereka jadi mereka dapat menentukan daya tawar,” terang Ali.

Sekolah Kopi RAISA

Sekolah Kopi RAISA merupakan buah dari hasil usaha dari petani kopi Bondowoso. Direktur BUM Desa Bersama (BUMDESMA) Sekolah Kopi RAISA, Saleh mengatakan saat itu permasalahan yang dihadapi petani kopi Bondowoso masih belum dapat teratasi dengan baik, terutama dalam menghadapi perubahan iklim.

Sebelumnya, para petani berembuk untuk belajar di Pusat Penelitian di Bondowoso namun tidak membuahkan hasil yang diinginkan. “Kami mau belajar ke Puslit tapi kan Puslit kan milik BUMN yang mungkin kalau tidak ada program ya tidak akan turun,” katanya.

Tak berhenti memutar otak, Saleh dan tim mencoba peruntungan baru dengan mengikuti lomba landmark yang dilaksanakan oleh PT Astra Internasional Tbk, dan berhasil memenangkan juara.

“Saat itu kami akhirnya diminta membuat RAB, dan kami mendapat pendampingan dari LP2M Unej,” ungkapnya.

Pada saat itu, Saleh sebagai local campaign menjelaskan, RAISA merupakan singkatan dari Raung Ijen Sumberwringin Agropolitan. Sekolah ini bertujuan memberikan pengetahuan dan keterampilan mengenai seluk beluk kopi dari hulu ke hilir.

Sekolah kopi pertama hasil kerja sama antara petani kopi, perguruan tinggi, pemerintah dan swasta ini menunjukkan sinergitas luar biasa bahkan pada tahun pertama. Saleh mengatakan, RAISA menjadi salah satu tujuan destinasi utama para akademisi baik dari dalam maupun luar negeri di Kabupaten Bondowoso.

Pengunjung yang datang ke Sekolah Kopi RAISA, lanjut Saleh, lumayan beragam. Mereka kedatangan tamu dari daerah Jawa hingga luar pulau Jawa di Indonesia, beberapa akademisi dari Kanada dan Australia, hingga peserta magang dan mahasiswa Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM dari beberapa perguruan tinggi lokal.

“Kita ajak dan rekrut temen-temen yang muda ke Sekolah Kopi RAISA ini. Ajak diskusi kegiatannya untuk dibagikan ke sesama petani Sumberwringin secara door to door, kunjungan dari luar kota juga banyak untuk saling sharing ilmu dan pengalaman dengan kami,” tutur Saleh.

Hal ini juga dibenarkan oleh Ali, dengan adanya kolaborasi dari mahasiswa dan pengunjung lain, terdapat perubahan orientasi cara berpikir petani kopi Desa Sumberwringin dalam mengembangkan pertanian kopi.

“Bahkan, di antara petani-petani di Nusantara, ada anak-anak muda yang siap mengawal dan hadir di perkebunan ya di Bondowoso ini,” cetusnya.

Kolaborasi yang proaktif dalam Sekolah Kopi RAISA ini cukup membantu masyarakat dalam menjawab persoalan di lapangan. Menurut Saleh, tantangan paling umum yang acap kali dialami oleh petani kopi adalah masalah perawatan.

“Jadi sering dibahas di forum nasional, tanaman arabika akan menghadapi masalah setelah usia pohon mencapai 6 tahun ke atas. Hal ini yang kami bahas dan akhirnya bikin inovasi,” katanya.

Adanya Sekolah Kopi RAISA diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah produksi kopi sehingga para petani kopi tidak lagi memperoleh keuntungan terkecil dari rantai industri. Sehingga, tak hanya mengedukasi petani dalam hal perawatan, kelembagaan petani kopi juga diperkuat.

BUM Desa RAISA memiliki 36 kelompok tani dan 27 UMKM kopi beserta turunannya. Dengan pendampingan yang dilakukan, tahun 2021 kopi arabika produksi petani di lereng Gunung Raung-Ijen telah mengikuti kegiatan pencicipan rasa dan uji mutu di Belanda. Dari uji mutu tersebut, membuahkan hasil adanya permintaan kopi arabika dan robusta dari Belanda, Prancis dan Kanada.

Permintaan kopi dari pasar luar negeri pada tahun 2022 juga mengalami peningkatan produksi kopi arabika hingga 100 ton dan kopi Robusta sebanyak 75 ton dalam bentuk green bean. Kopi arabika per kilogram mencapai harga Rp110.000 dan kopi Robusta per kilogram mencapai harga Rp65.000.

Namun, lonjakan permintaan pasar masih belum dapat dipenuhi. Saleh mengatakan, setiap tahunnya angka permintaan ekspor terus melambung dan jauh melampaui hasil produksi kopi di Bondowoso. “Kami akhirnya tidak berani untuk memenuhi target permintaan dalam setahun,” tutur Saleh.

Menanggapi hal itu, Sekolah Kopi RAISA melakukan kerja sama dengan PTPN untuk melakukan peremajaan perkebunan kopi dengan cara rewind pohon kopi. Hal ini ditujukan untuk menambah kuantitas hasil pada saat masa panen.

“Alhamdulillah proses kerja sama ini membuahkan hasil. Penghasilan kopi semakin meningkat,” katanya.

Sekolah Kopi RAISA juga memiliki kurikulum pembelajaran bidang pertanian kopi yang ditransformasikan kepada setiap pengunjung atau peserta magang. Kurikulum tersebut disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa.

“Kami terus update kurikulum sesuai dengan perkembangan yang ada. Kemarin kami juga mengadopsi kurikulum temen-temen mahasiswa terkait dengan maintenance mesin roasting di pasca panen,” ungkapnya.

Pembelajaran tentang kopi dilakukan secara hulu ke hilir. Sekolah Kopi RAISA tidak membatasi masyarakat yang ingin datang dan belajar. Mereka juga merangkul siswa sekolah dasar turut aktif dalam upaya regenerasi.

“Anak-anak SD juga kami kenalkan kopi dan bagaimana cara membuatnya. Anak SMK kami ajarkan bagaimana sortasi kopi hingga brewing manual, karena waktunya terbatas jadi hanya tubruk dan V60 yang dipelajari,” tutur Saleh.

Akhir-akhir ini, Sekolah Kopi RAISA mengembangkan inovasi infus dan hujan buatan untuk menjawab tantangan perubahan iklim yang tidak menentu. Menurut Saleh, pihaknya mengupayakan langkah preventif sedini mungkin dengan modal seadanya.

“Hujan buatan kami masih bikin secara manual sebab kami masih belum punya drone,” tutur dia.

Saleh mengatakan harapannya masih fokus pada persatuan petani kopi di Bondowoso. Dengan solidaritas yang terbangun, menurutnya, petani Bondowoso dapat menguasai harga pasar sesuai dengan standar yang mereka tentukan.

“Kami sudah berkomitmen dengan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Bondowoso akan hal ini,” tutupnya.[]

Redaksi10

About Rara

Check Also

Tunggakan Upah Proyek Dana Desa di Sampang Belum Temui Titik Terang

SAMPANG – Kasus tunggakan upah proyek Dana Desa (DD) di Desa Marparan, Kabupaten Sampang, hingga …

Program Bimbel Bahasa Asing Desa Manyang Tunong: Langkah Nyata Menuju Indonesia Maju

ACEH UTARA – Gampong Manyang Tunong, Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara, resmi meluncurkan program pendidikan …

Kerajinan Kerang Desa Serangan: Memanfaatkan Limbah Laut untuk Souvenir Bernilai Tinggi

DESA SERANGAN – Desa Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, merupakan salah satu desa wisata yang ada …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *